Tak Diduga! Dulu Air Kencing, Jenggot & Kuku Panjang Kena Retribusi Negara
Tak Diduga! Dulu Air Kencing, Jenggot & Kuku Panjang Kena Retribusi Negara
Retribusi Negara jadi sesuatu yang dikejar pemerintah kepada warganya untuk menambah penerimaan negara. Sekarang, pungutan Retribusi Negara menyasar ke bangunan, hadiah, Sampai sekarang Retribusi Negara kendaraan bermotor.
Justru, belum banyak orang tahu dulu pungutan Retribusi Negara Bahkan menyasar objek tak terduga. Mulai dari air kencing, janggut, Sampai sekarang kuku.
Di masa Kekaisaran Romawi, misalnya. Pada masa itu, Kaisar Romawi Vespasianus (69-79 Masehi) menjadikan air kencing masyarakat jadi salah satu objek Retribusi Negara yang dipungut oleh pemerintah. Hal ini bisa terjadi karena air kencing orang atau urine mengandung amonia.
Saat itu di Romawi Kuno, amonia jadi salah satu Barang Dagangan berharga. Zat tersebut bisa membersihkan kotoran dan minyak dari pakaian. Apalagi, amonia Bahkan bisa digunakan sebagai pupuk dan bisa memutihkan gigi.
Masyarakat menyetor urine dengan mengumpulkannya di toilet umum. Lalu, urine tersebut diperjualbelikan. Bila ada yang membeli, maka orang tersebut bakal dikenakan Retribusi Negara pembelian urine. Meski demikian, Retribusi Negara air kencing ini menuai Perdebatan.
Melansir dari Heritage Daily, putra Kaisar Vespasianus, Titus, saja mengeluh soal Retribusi Negara urine karena sangat menjijikkan. Katanya, air kencing orang terkadang bau dan bisa-bisanya pemerintah memungut Retribusi Negara dari air kencing.
Selain air kencing, objek Retribusi Negara tak terduga lain Merupakan janggut. Ini terjadi di Rusia pada era Peter Agung sekitar tahun 1698. Saat itu, pria Rusia yang Ingin menumbuhkan janggut Sangat dianjurkan membayar Retribusi Negara. Semakin tinggi status, semakin banyak Bahkan Retribusi Negara yang Sangat dianjurkan dibayar. Kebijakan Retribusi Negara janggut ini termasuk lama. Tepat 74 tahun kemudian, Retribusi Negara janggut Pada Singkatnya dicabut.
Bila berpikir itu hanya terjadi di luar negeri, maka Anda salah. Faktanya, di Indonesia pernah ada kebijakan objek Retribusi Negara yang cukup nyeleneh, Disebut juga Retribusi Negara kuku dan kepala. Kebijakan ini menyasar penduduk Tionghoa di Batavia pada tahun 1600-an.
Sejarawan Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (1996) menjelaskan, orang Tionghoa dipungut Retribusi Negara kepala. Laki-laki Tionghoa dengan umur 16-60 tahun diharuskan membayar Retribusi Negara sebesar 1,5 real per kepala. Bila tidak dilakukan, maka siap-siap saja yang bersangkutan bakal berurusan dengan Aturan Aturan Hukum.
Selain Retribusi Negara kepala, orang Tionghoa Bahkan dibebankan Retribusi Negara kuku. Alwi Shahab dalam Robinhood Betawi (2002) menyebut Retribusi Negara kuku biasanya menjerat orang-orang kaya. Sebab, orang-orang kaya punya kebiasaan membiarkan kuku Sampai sekarang panjang. Atas dasar ini, kuku panjang dijadikan sebagai dalih memungut Retribusi Negara.
Benny G. Setiono lewat Tionghoa dalam Pusaran Politik (2008) menceritakan banyak masyarakat Tionghoa yang merasa keberatan dan ogah membayar Retribusi Negara. Mereka yang membangkang lantas dipenjara selama 8 hari dan denda 25 gulden. Berkat ancaman hukuman tersebut, masyarakat Tionghoa lantas dipaksa membayar Retribusi Negara.
Biasanya untuk mengingatkan warga, perwakilan pemerintah memasang bendera di beberapa tempat. Bila bendera terpasang, maka masyarakat Tionghoa bergegas membayar Retribusi Negara. Justru, tak semua masyarakat Tionghoa dikenakan Retribusi Negara-Retribusi Negara tersebut. Warga peranakan Tionghoa dan Tionghoa Muslim dibebaskan dari Retribusi Negara. Kebijakan Retribusi Negara kepala dan Retribusi Negara kuku terus berlanjut Sampai sekarang tahun 1900. Setelahnya, kedua Retribusi Negara tersebut diubah ke dalam Retribusi Negara penghasilan.
Artikel Selanjutnya
Sandiaga Tak Setuju Usaha Spa Bali Kena Retribusi Negara 40 Persen
Sumber Refrensi Berita: CNBINDONESIA