Nasional

Tragedi Terus Berulang: Luka Lama Kekerasan di STIP

Tragedi Terus Berulang: Luka Lama Kekerasan di STIP – Kematian tragis Putu Satria Ananta Rastika, taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta Utara, akibat penganiayaan seniornya kembali menguak luka lama budaya kekerasan di institusi pendidikan tersebut. Peristiwa ini bukan yang pertama, dan menjadi pengingat bahwa tragedi serupa terus berulang tanpa solusi konkret.

Jejak Kekerasan yang Mengakar:

Pada 12 Mei 2008, Agung B Gultom, taruna tingkat pertama STIP, tewas mengenaskan di tangan 10 taruna senior. Kematiannya awalnya ditutupi dengan dalih kelelahan latihan, namun kejanggalan mendorong keluarga untuk mengungkap kebenaran. Otopsi membuktikan luka memar dan pendarahan di kepala, serta kerusakan pada lever Agung. Sepuluh taruna senior ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus demi kasus terus terungkap:

  • Pada 2011, taruna STIP bernama Muhammad Arief Priyo Susanto tewas akibat penganiayaan.
  • Pada 2013, taruna bernama Dafiq Fahmi mengalami penganiayaan fisik dan mental hingga mengalami depresi dan harus keluar dari STIP.
  • Pada 2018, taruna bernama Akmal Hamdani mengalami penganiayaan dan dijemur di bawah terik matahari hingga pingsan.

Tragedi Putu Satria: Luka Lama yang Terus Menganga:

Putu Satria, dianiaya seniornya Tegar Rafi Sanjaya karena dianggap melakukan kesalahan. Pukulan di bagian ulu hati dan upaya pertolongan yang keliru oleh Tegar berakibat fatal, merenggut nyawa Putu. Kematiannya menambah deretan tragedi di STIP, meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan memicu pertanyaan: Kapan tragedi ini akan berakhir?

Menuntut Solusi Nyata:

Kasus-kasus kekerasan di STIP menunjukkan kegagalan sistem pembinaan dan budaya kekerasan yang mengakar kuat. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk mencegah terulangnya tragedi ini, seperti:

  • Reformasi sistem pembinaan: Perlu adanya perubahan mendasar dalam sistem pembinaan taruna STIP, dengan fokus pada disiplin positif, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan pencegahan budaya kekerasan.
  • Penegakan hukum yang tegas: Tindak tegas terhadap pelaku penganiayaan tanpa pandang bulu adalah kunci untuk mencegah terulangnya tragedi ini.
  • Pencegahan budaya kekerasan: Kampanye anti-kekerasan dan edukasi tentang nilai-nilai kemanusiaan perlu dilakukan secara berkelanjutan di lingkungan STIP.
  • Pengawasan yang ketat: Diperlukan pengawasan yang lebih ketat dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa sistem pembinaan dan budaya di STIP berjalan sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Tragedi Putu Satria adalah pengingat pahit bahwa luka lama kekerasan di STIP belum sembuh. Diperlukan komitmen kuat dari semua pihak untuk mengubah budaya kekerasan dan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif bagi taruna STIP.

Tinggalkan Balasan

Back to top button