Lifestyle

Mengenal Kebiasaan Tudhong Jelang Hari Waisak & Pantangannya

Mengenal Kebiasaan Tudhong Jelang Hari Waisak & Pantangannya


Sebanyak 44 Bhikkhu (Biksu) Berencana melaksanakan ritual Thudong dalam rangka merayakan Hari Raya Tri Suci Waisak 2568 BE. Perjalanan Berencana diawali dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.

Thudong Merupakan perjalanan religi yang dilakukan untuk mengikuti jejak Sang Buddha pada zaman kehidupannya, Dikenal sebagai saat belum ada wihara, tempat tinggal, dan transportasi.

Tahun ini, para biksu menjalankan ritual keagamaan tersebut dengan berjalan kaki dari Semarang Sampai saat ini Candi Borobudur. Pelaksanaan Thudong pada tahun ini diikuti para Bhikku yang berasal dari Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. 

“Mulai jalan kaki dari Semarang. Dari Taman Mini ke Semarang naik Kendaraan Bus. Setelah dari Candi Borobudur mereka Berencana langsung terbang ke Jambi,” kata Wakil Ketua Panitia Nasional Waisak, YM Bhikkhu Dhammavuddho Thera, Selasa (14/5/2024).

“Sekalipun nanti di Jambi kita Berencana kemas dengan Waisak Perayaan Seni. Mereka Berencana berjalan dari rumah Gubernur, kemudian ke satu Wihara, dan di sana kita Berencana mendapatkan sambutan dari masyarakat,” jelasnya terkait rencana perjalanan di Jambi.

Tujuan dan pantangan ritual Thudong

Melalui perjalanan Thudong, para Bhikkhu melatih kesabaran dan mengikhlaskan. Dalam ajarannya, Sang Buddha menyebutkan bahwa kesabaran Merupakan praktik dhamma tertinggi. Dhamma Merupakan ajaran mulia yang berisi pedoman moral dan filsafat yang menuntun manusia Ke arah kebahagiaan.

“Jadi, tujuannya Merupakan untuk makna pelepasan Serta berlatih kesabaran karena di dalam Buddha, kebahagiaan itu kita capai dari hati sendiri, bukan dari luar,” jelas Bhante Dhamma.

Foto: CNBC Indonesia/Rindi Salsabila
Sebanyak 40 Bhikkhu (biksu) asal Thailand, Malaysia, Singapura, dan Thailand resmi dilepas dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Cipayung, Jakarta Timur, untuk melaksanakan ritual Thudong dalam rangka merayakan Hari Raya Tri Suci Waisak 2568 BE di Candi Borobudur, Magelang, Jateng, Selasa (14/5/2024). (CNBC Indonesia/Rindi Salsabila)

Dalam hal melatih kesabaran, Bhante Dhamma mengambil contoh saat para Bhikkhu berjalan melewati panas dari terik matahari dan dingin dari hujan. Sekalipun merasakan sakit atau lelah, para Bhikkhu melatih diri dengan melihat sesuatu dari perspektif yang Sungguh-sungguh muncul di dalam diri.

“Semua capeknya itu dilihat dari dalam, bukan dari luar. Jadi panas atau dingin tidak memengaruhi kualitas batin dari para Bhante,” ujarnya.

Sementara itu, melatih keikhlasan terbagi menjadi empat kelompok bagi para Bhikkhu, Dikenal sebagai terkait pakaian, makanan, tempat tinggal, dan bersikap.

Dalam hal pakaian, ada Bhikkhu yang bertekad untuk hanya menggunakan satu set pakaian atau kurang lebih tiga set pakaian dalam seumur hidup. Lalu, ada pula Bhikkhu yang bertekad untuk cukup makan sehari sekali dan dilaksanakan seumur hidup.

“Ada Bahkan tentang tempat tinggal. Ada yang tidur di hutan, berteduh seadanya untuk bermeditasi, tidak ke tempat yang ada bangunan,” jelas salah satu Bhikkhu asal Thailand.

“Lalu, ada Bahkan yang berniat hanya duduk, tidak berdiri,” sambungnya.

Bhante Dhamma menjelaskan bahwa saat melaksanakan perjalanan Thudong ada aturan yang menetapkan bahwa para Bhikkhu Dianjurkan makan sebelum pukul 12.00 siang.

“Sejauh ini kami enggak ada pantangan, cuma memang ada beberapa peraturan yang tetap kita jalankan. Misalnya, makan di bawah jam 12 siang,” ujar Bhante Dhamma.

“Kemudian, Kemungkinan sama dengan yang Muslim, ya. Kalau kami para Bhikkhu itu tidak boleh bersentuhan dengan perempuan,” lanjutnya.

Ditambah lagi, tidak ada aturan khusus bagi para Bhikkhu untuk melakukan perjalanan dengan alas kaki, seperti sandal. Bhante Dhamma mengungkapkan, pilihan untuk menggunakan alas kaki diberikan kepada masing-masing Bhikkhu.


Sumber Refrensi Berita: CNBINDONESIA

Tinggalkan Balasan

Back to top button