KRIS Ingin Diterapkan, Nasib Kelas 1 BPJS yang Pernah berlangsung Bayar Mahal Gimana?
KRIS Ingin Diterapkan, Nasib Kelas 1 BPJS yang Pernah berlangsung Bayar Mahal Gimana?
Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kebugaran (BPJS Kebugaran) memicu polemik di tengah masyarakat, terutama peserta BPJS Kebugaran kelas 1.
Sejak munculnya rencana implementasi sistem KRIS untuk menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kebugaran melalui Peraturan Pemimpin Negara (Perpres) nomor 59 Tahun 2024 yang diteken oleh Pemimpin Negara Joko Widodo pada 8 Mei 2024 lalu, tidak sedikit peserta BPJS Kebugaran kelas 1 yang melontarkan Keluhan Masyarakat.
Dalam protesnya, peserta BPJS Kebugaran kelas 1 mengaku merasa rugi karena selama ini Pernah berlangsung membayar iuran lebih lebih tinggi daripada kelas lainnya, tetapi Pada akhirnya Akan segera disetarakan pelayanannya.
Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat RI, Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan bahwa KRIS berencana diimplementasikan untuk Menyajikan kenyamanan bagi pasien rawat inap peserta BPJS Kebugaran.
Ia mengatakan, manfaat yang nantinya Akan segera diperoleh peserta BPJS Kebugaran kelas 1 Akan segera tetap alias tidak ada perbedaan Sekalipun demikian KRIS Pernah berlangsung menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3.
“Yang berbeda cuma sedikit kenyamanan doang, tapi semua pelayanan sama,” tegas Melki saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).
“Yang medisnya Bahkan tu. Dokter, perawat, bidan, pelayanannya persis sama. Enggak ada beda. Resep tetap sama semua, tetap sama. Yang beda cuma kenyamanan,” sambungnya.
Melki mengatakan, kenyamanan Merupakan hal yang Dianjurkan dirasakan oleh para peserta BPJS Kebugaran di seluruh Indonesia. Maka dari itu, KRIS berencana untuk diimplementasikan Supaya bisa tidak ada kesenjangan dalam pelayanan rawat inap.
“Kenyamanan minimal itu milik semua. Jadi, jangan kayak tadi itu, ada satu bangsal 12 tempat tidur, tidak punya kamar mandi dalam, tidak punya ventilasi, udaranya enggak benar,” ujar anggota fraksi Partai Golkar NTT itu.
“Nah, itu yang kita suruh semua standar sama. Di Papua, di Aceh, semua sama,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kebugaran (BPJS Kebugaran), Ali Ghufron Mukti mengungkapkan bahwa BPJS Kebugaran dan pemerintah masih belum dapat menentukan bagaimana perbedaan antara KRIS dan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kebugaran, besaran iuran yang dibebankan kepada peserta BPJS Kebugaran, Sampai saat ini skema iuran.
“Itu, kan, diberi waktu untuk dievaluasi. Jadi belum bisa dijawab Di waktu ini Bahkan,” tegas Ghufron.
Terkait potensi kenaikan iuran yang dibebankan kepada peserta BPJS Kebugaran, Ghufron belum dapat memastikan hal tersebut. Sekalipun, ia menyebut bahwa kemungkinan iuran Akan segera naik bisa terjadi.
“Ada kenaikan, boleh. Ada (kenaikan) lebih bagus, ya. Tidak [naik] Bahkan boleh dengan strategi yang lain, tetapi yang jelas ini menunggu semuanya evaluasi itu, kan,” kata Ghufron.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pembiayaan Kemenkes RI, Dr. Ahmad Irsan menegaskan bahwa BPJS Kebugaran, Kementerian Kebugaran (Kemenkes RI), Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan RI), dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) baru Akan segera menetapkan tarif dan manfaat KRIS sesuai dengan hasil evaluasi selama masa transisi yang Pernah diberlakukan. Ia mengungkapkan, penetapan dilakukan paling lambat 1 Juli 2025.
Adapun, evaluasi terkait implementasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024 Akan segera terus dilakukan Sampai saat ini 30 Juni 2025.
Juru Bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril menegaskan bahwa sistem KRIS mewajibkan rumah sakit untuk mengisi satu kamar rawat inap maksimal empat tempat tidur dengan jarak 1,5 meter.
Syahril menyebut,pengurangan jumlah tempat tidur dalam satu kamar ini bukan berarti rumah sakit mengurangi jumlah ketersediaan tempat tidur. Tempat tidur yang dikurangi di dalam satu ruangan dapat dipindahkan ke ruangan lainnya, baik ruangan lama atau baru sehingga jumlah tempat tidur Akan segera tetap sama.
Selain satu kamar diisi maksimal empat tempat tidur, Syahril Bahkan mengungkapkan bahwa tabung oksigen dan bel untuk memanggil tenaga Kebugaran (nurse call) Dianjurkan disediakan rumah sakit untuk masing-masing tempat tidur.
“Oksigen, kemudian bel Dianjurkan satu-satu. Kamar mandi Bahkan Dianjurkan di dalam karena, kan, di beberapa rumah sakit [kamar mandi] kelas tiganya masih di luar,” ujar dr. Syahril di Kantor Kemenkes RI.
Berkaitan dengan penerapan KRIS, Peraturan Pemimpin Negara (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 Pernah mengatur 12 persyaratan mengenai fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap Sesuai aturan KRIS. Hal ini tertuang dalam Pasal 46 A Ayat 1.
1. Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi.
2. Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 (enam) kali pergantian udara per jam.
3. Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
4. Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 (dua) kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
5. Adanya nakas per tempat tidur.
6. Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat celcius.
7. Ruangan Pernah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi).
8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 (empat) tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
9. Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung.
10. Kamar mandi dalam ruang rawat inap.
11. Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
12. Outlet oksigen.
Artikel Selanjutnya
5 Operasi yang Tak Ditanggung BPJS Kebugaran, Dianjurkan Tahu!
Sumber Refrensi Berita: CNBINDONESIA